SANDAL JEPIT
Kaki-kaki yang kuat sering mengeluh pada tuannya;
Kenapa sandal sering menyiksa kami dengan kasar?
Lalu orang bodoh hanya mampu menjawabnya begini;
Kalian adalah mahkota sejati yang sengaja ditaruh
Pada telapak kaki tuanmu. Ia sendiri akan malu menaruhnya
Di kepala sebab sandal yang kiri pasti berniat menyingkirkan
Saudaranya yang sebelah kanan.
Hal itu hanya membuat tuanmu gila
Dan kalian pun dicampakkan
Ke dalam tanur petaka.
*Ritapiret, Februari 2016.
NONTON FILM SAMBIL KUNYAH ROTI
Daun telingamu sedikit bergetar
Sementara hidungmu menegang
Mukamu memerah dan mulutmu
Melebar seperti adegan membuka tirai
Pada film “Ada Apa Dengan Dirimu”.
Detak jantungmu perlahan berhenti
Sementara lambungmu mengacau
Lukamu memanjang dan nadimu
Meluap seperti adegan mengatup tangan
Pada doa: berilah kami setumpuk rejeki.
Pada adegan kelima engkau menangis
Menyesali kelakuanmu yang kelewatan
Antara memakan sampai habis
Atau menelannya begitu saja
Sebelum ada yang berprihatin
Bahwa hidup itu lebih mahal
Dari sekedar menyaksikan adegan
Kunyah-mengunyah roti
Yang kau dapatkan hari itu.
*Ritapiret, Februari 2016.
BUKU KEHIDUPAN
Para ibu menelan sampai habis setiap
Cercaan suaminya. Sesekali mereka merampasnya
Lalu memasukkannya ke rahim. Tiba-tiba saja akan nongol
Bocah-bocah sakti seperti ayah mereka yang keseringan mabuk fitnah.
*Ritapiret, Januari 2016.
CERMIN DATAR DI SAMPING LEMARI
Sehabis mandi sore, pilihan menatap cermin
Terasa wajib atau harus.
Jika tidak atau cerminnya tak ada
Serasa dunia ini hambar sekali
Dan lemah lesu semangatnya.
Cermin itu memantulkan kembali
Wajah asli yang kita miliki.
Terkadang ia agak malu
Menayangkan kebolongan kita
Karena kita akan memecahkannya segera.
*Ritapiret,16 Januari 2016.
SEBATANG ROKOK DAN SEBUAH JUDUL PUISI:
Waktu pagi hari dengan matahari agak bercahaya
Pagi-pagi sekali sebatang rokok melamar diri untuk berkorban
Bagi penyair amatiran, yang menulis puisi kurang waras.
Padahal penyairnya belum bangun dari kantuk
Sebab semalaman mereka saling berpelukan hangat;
Antara kantuk dan dirinya yang telanjang.
Pagi-pagi sekali sebatang rokok memandikan dirinya
Dengan air hangat sebagaimana ritual si penyair
Membugarkan diri sebelum menulis puisi bisu.
Penyair itu mulai beranjak seraya telanjang
Mengambil buku dan alat tulis, menulis judul sambil menggaruk-garuk pantat
Ia mulai menulis dengan sedikit bingung.
Tiba-tiba saja, rokok yang telah mandi dan mempercantik diri di depan cermin buta
Datang dan merayu si penyair.
Tak tanggung-tanggung, penyair meninggalkan tulisan bolongnya
Dan menggendong rokok itu ke atas ranjang.
Ia membiarkan dirinya dibakar sebatang rokok
Sementara kantuk menghindar dan melanjutkan puisi paginya.
*Maumere, 13 Januari 2016
API MALAM YANG DITIUP ANGIN DAN PADAM SAAT HUJAN DATANG
Ia meliuk-liuk bagai ekor ikan yang kelelahan berenang sepanjang hidup.
Kadang-kadang ia merasa dirinya tidak lagi waras atau semacamnya.
Kadang-kadang ia merasa semuanya harus berakhir. Ia berpikir dan menyesal memiliki hidup.
Apabila detak sore mulai kedengaran, mulailah ia huru-hara dan kikuk-kikukan.
Tubuhnya tak sanggup menopang jiwa kering atau yang berduka atas naas yang menimpa hari hidupnya.
Sedih. Siapa pun yang memperhatikannya dengan seksama akan memerah matanya dan menumpahkan seluruh tangis pada api yang lelah itu. Sesekali saja ia menyahut tangis orang-orang yang memperhatikannya. Kadang ia merasa bahwa tertawa menjadi mesti untuk berbela rasa dengan tumpahan tangis yang bergiliran menghampirinya.
Perlahan. Secara perlahan, ia pun mulai membisu. Membisu. Hanya berharap hujan datang secepatnya. Mengakhiri derita yang ditanggungnya sepanjang hayat. Akhirnya ia mati sungguh-sungguh setelah sekelebat hujan menumpahkan sebongkah airnya sebagai requiem pada api. Api yang selalu menyesal untuk hidup sebagaimana mestinya.
*Waidoko, 13 Januari 2016.
MERAPIKAN LUKA LAMA YANG PERNAH MENUSUK DADA
Batang pisang itu mulai bertunas dengan anggun
Daun-daunnya menghijau kembali seperti sedia ciptanya
Persis menjalari sekujur tubuhnya.
Tumbuh pula akar muda yang seindah
Lekuk buah pisang
Persis mengitari sekujur lengannya.
Seketika pula muncul sulur yang membelah jantung
Buah-buah mungil pisang itu
Persis mengelilingi sekujur bahunya.
Jika pagi atau senja saling berebutan
Menghangatkan batang pisang itu
Sepasti muncul gumpalan merah
Persis melumuri sekujur dadanya.
Warna merah itu menempel
Bagai daun kurap yang mengeringi
Bekas-bekas kelam sewaktu silam
Saat sebatang pisang lain pernah meracuninya.
*Ritapiret, 11 Januari 2016.
KANCING CELANA
Setiap pagi saat bangun tidur
Aku tidak alpa memperhatikan
Caramu merapikan celana
Cukup gesit dan lincah
Selincah ketika kau
Memeloroti celana teman tidurmu semalam.
Ada yang terlupakan:
Celana pagimu tak berkancing lagi.
*Ritapiret, 10 Januari 2016.